Friday, May 31, 2013

Mengenal Hari pancasila

Dalam buku Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, yang diterbitkan Sekretariat Negara Republik Indonesia (1995) menyebutkan
BPUPKI mengadakan rapat rahasia dan tertutup untuk umum untuk membahas dasar dan bentuk negara pada 29 Mei sampai 1 Juni 1945.

Dalam sidang itu ada tiga nama yang disebut memberikan pidato untuk usulan dasar negara.
Mereka adalah M Yamin, Mr Soepomo, dan Ir Soekarno .

Pada hari terakhir, Ir Soekarno mendapat giliran untuk menyampaikan gagasannya tentang dasar negara dan falsafah bangsa. Dari pidato itulah kemudian muncul istilah Pancasila.

Berikut petikan pidatonya yang dikutip dari buku, "Pendidikan Kewarganegaraan: Perjuangan Menghidupi Jati Diri Bangsa", yang ditulis oleh Minto Rahayu: "Dasar negara yang saya usulkan. Lima bilangannya. Inilah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepatdi sini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya menamakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa (Muhammad Yamin)namanya Pancasila.
Sila artinya asas atau dasar dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia kekal dan abadi," seperti yang dikutip Minto dalam bukunya.

"Dasar negara, yakni dasar untuk di atasnya didirikan Indonesia Merdeka, haruslah kokoh kuat sehingga tak mudah digoyahkan.
Bahwa dasar negara itu hendaknya jiwa, pikiran-pikiran yang sedalam-dalamnya, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi.

Dasar negara Indonesia hendaknya mencerminkan kepribadian Indonesia dengan sifat-sifat yang mutlak keindonesiaannya dan sekalian itu dapat pula mempersatukan seluruh bangsaIndonesia yang terdiri atas berbagai suku, aliran, dan golongan penduduk," tulis Minto lebih lanjut.

Minto menuliskan, dalam pidato Ir Soekarno saat itu dikemukakan lima prinsip asas dasar negara Indonesia Merdeka, yaitu:
kebangsaan Indonesia, internasionalisasi atau peri kemanusiaan, mufakatatau demokrasi, kesejahteraan, ketuhanan.

Dalam kelanjutannya usulan itu di bicarakan dan dikompromikan dengan tokoh-tokoh yang lainnya hingga Pancasila yang kita kenal sekarang.

Sedangkan dalam buku "NegaraParipurna: Historitas, Rasionalitas, dan Aktualitas", yang ditulis Yudi Latif, Ir Soekarno menawarkan tiga sila jika lima sila itu ditolak dan usulan satu sila. "...Jadi yang asalnya lima itu telah menjadi tiga: socio-natioalisme, socio-demokrati, dan Ketuhanan. Kalau tuan senang kepada simbolik tiga, ambillah yang tiga itu.

Tetapi barangkali tidak semua tuan-tuan senang kepada Tri Sila ini, dan minta satu, satu dasar saja? Baiklah, saya jadikansatu, saya kumpulkan lagi menjadi satu. Apakah yang satu itu? ... Jikalau saya peras yang lima jadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan 'gotong royong' Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong royong," tulis Yudi dalam bukunya mengutip pidato Ir Soekarno saat itu.

Yudi menilai prinsip dasar Pancasila dijiwai oleh gotong royong, yakni prinsip ketuhanan yang berkebudayaan, yang lapang dan toleran, bukan ketuhanan yang saling menyerang dan mengucilkan. Internasionalisme gotong royong, bukan menjajahdan ekploitatif. Kebangsaannya gotong royong, mampu mengembangkan persatuan dan berbagai perbedaan atau bhineka tunggal ika. Demokrasi gotong royong, demokrasi yangmengembangkan musyawarah mufakat, bukan demokrasi yangdidikte oleh suara mayoritas atau minoritas elite penguasa atau pemodal.

Kesejahteraan gotong royong, mengembangkan partisipasi dan emansipasi bidang ekonomi dengan semangat kekeluargaan bukan visi kesejahteraan yang berbasis individualisme-kapitalisme dan tidak mengekang kebebasan individu.

No comments: